Kamis, 06 Maret 2008

Apakah Pengguna Napza Termasuk Tindak Kriminal ?

Hubungan antara kriminalitas dengan peraturan sangat erat sekali. Suatu perilaku seseorang dikatakan kriminal diukur dari ada atau tidaknya pengaturannya dalam hukum yang berlaku dan mempunyai sanksi pemenjaraan, dalam sehari-hari biasanya disebut Hukum Pidana. Di sini terkandung nilai “legalitas” yang maksudnya adalah perbuatan seseorang, tidak akan dberi hukuman kalau belum ada aturannya”. Jadi ada dulu peraturannya, baru bisa dikenakan hukuman.

Peraturan yang dibuat oleh manusia mestinya dinamis, kedua Undang-Undang tersebut bukanlah kitab suci yang tidak boleh dan tidak bisa diubah. Kalau tidak sejalan dan tidak pantas untuk kita, apakah kita akan tetap mendiamkannya?


Kritik terhadap:

UU No.22/1997 tentang Narkotika, yaitu pada pasal-pasal:

Pasal 5. “Narkotika Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya”. Pasal ini menegaskan bahwa semua orang dilarang mengkonsumsi narkotika yang termasuk dalam daftar nama-nama narkotikan golongan I, dan di UU ini terdapat lampirannya, seperti heroin, kokain, ganja.

Pasal 78 ayat (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : point a. menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman Atau point b. memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Yang jadi persoalan di sini adalah, bukankah orang yang menkonsumsi narkotika pasti ada saat-saat membawa dan menyimpan narkotika sebelum dikonsumsi. Jadi pasal ini menegaskan bahwa hanya membawa dan menyimpan narkotika bisa dikenai hukuman penjara. Mestinya ada batasan/ukuran narkotika yang dibawa bisa dikategorikan sebagai perbuatan kriminal dan peruntukkannya.

Pasal 82 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a. mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal ini selain mengatur mengenai pengedar, termasuk juga pembeli (konsumen), kenapa tidak ada pembedaan antara penjual dan pembeli?


Pasal 85 Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a. menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
Ini salah satu pasal yang paling banyak digunakan pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dalam proses hukum di negara Indonesia. Pasal inilah yang menjadi representataif dalam pengkriminalan terhadap penyalahguna narkotika. Bukankah Drug User adalah korban?

UU No. 5/1997 tentang Psikotropika.

Pasal 62 :Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 59 ayat (1): Barang siapa :
a. menggunakan psikotropika golongan 1 selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); atau memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan 1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau.
b. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau
c. mengimpor psikotropika golongan 1 selain untuk kepentingan llmu Pengetahuan; atau
d. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.750.000 000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal ini justru lebih parah, karena menyamakan hukuman terhadap konsumen psikotropika dengan pengedar dan produsen.

Jadi, setujukah anda dengan kedua UU NAPZA tersebut?

Bukankah Drug User secara faktanya telah menjadi korban dalam peradaran gelap NAPZA, sehingga lebih tepat untuk dilindungi dan mendapatkan pengobatan?

Vonis Rehab
Beberapa dasar hukum yang sudah ada dan bisa menjadi alternative hukuman maupun penanganannya, namun dalam prakteknya sangat jarang terjadi:
Keputusan Hakim dalam kedua UU NAPZA,yaitu kewenangan hakim untuk dapat memutuskan terdakwa menuju fasilitas rehabilitasi, namun aturan ini tidak dapat dilaksanakan karena hakim tidak mempunyai peraturan pelaksananya bagi keputusan hakim, hal ini diatur dalam Pasal 42 dalam UU Psikotropika dan pasal 47 dalam UU Narkotika.
Jadi sebenarnya, masih ada pilihan bagi Drug User untuk meminta putusan hakim, ketika disidang agar mendapat putusan rehabilitasi.

Langganan Artikel

Daftarkan Email Anda, untuk mendaptkan berita terbaru dari "Dokter Gaul"

Total pelanggan :

Enter your email address:

Tanya Dokter Gaul